Today I’m just reminded that everything I’ve written, updated and shared will be a burden in some way.
I first wrote here to continue my hobby and to have a platform where I can share something very personal but with limited readers (as not that many people will take their time to open a blog link and read its content).
Somewhere along the way this blog is known to some people and what kept me going was a few feedback on how my writings helped them in some way. I thought that maybe—just maybe, this person who is currently writing this—this nobody, could make just a little impact to a very small portion of the world who stumbled upon my writings.
I wrote few positive things out of my curiosity for the religion and for that, people who personally know me might have their own judgement affected by my writings. I was told that someone liked me because of what I wrote. But the thing is, I’m not the same person as the old me who was at the peak of curiosity when I first started my spiritual journey. I change everyday and I’m not perfect. I do not want to be liked just because people think I’m a good person based on my writings and I do not want to be judged or hated when I sin or when I cannot consistently live up to what I wrote because I do struggle.
Yesterday I might succeed on one thing yet today I might fail and then tomorrow I might succeed again but the next day I might fail for the second time. This journey is a series of falling and getting back up and I want to be fully free to share that struggle. I want to be the only person who knows my own progress, my own struggles, and to be the one who can reflect upon it. I still want my writings to be heard but instead of being known, I want to be a private person. I want to be able to write everything I feel and do during both my highs and lows without the fear of judgement. And so the decision to be anonymous seems like the perfect option.
I write here today to let you know (maybe some people are still reading this but maybe not, lol whatever I will write as if I have loyal readers just to make myself feel good for the last time😂) that I will not be writing here anymore and will start a new blog instead where hopefully nobody knows who I am and people who know me personally do not know that I’m the one writing. That way I can be recklessly free and keep my intention as genuine as possible.
I’m hoping that I can start writing more on my new blog knowing that I’ll be free.
Thank you for taking your time to check out and read my blog. Hopefully you can get something useful out of it. To my wordpress followers, thank you for following me back. You guys are insanely talented writers, please always keep writing.
See you, everyone. Please kindly pray for me in secret as the angels will pray the same for you. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ☺️
“Don’t let her go. You’d be a fool if you do,” said a friend to a guy who’s been in a relationship for seven years.
I nodded, although my heart and mind would’ve advised him otherwise. Instead, I chose to understand that for someone who’s been in a relationship for that long, he must be expecting to settle down one day. I also understand that love is so powerful that sometimes it blinded us to see that life holds unlimited possibilities. And some people choose to fight for things they can’t control (i.e. the hearts of the people they love), hoping for a happy ending.
As we grow older and wiser, our understanding of love is constantly being redefined.
When we were children, we know that we live in a world we cannot control. In contrary, as adults, we’ve been spending time holding on to the things that we think we can control. We perceive love as something that we earn. Something that we have to keep, to fight for in order not to lose. We assume that if we are living correctly, we can control the events around us. (Robert Maurer, Ph.D., One Small Step Can Change Your Life (The Kaizen Way).)
Truth is, we cannot.
I know that once in a lifetime, we met someone who’s… extraordinary. Someone so great that feels like home, like your soulmate. And it would be really hard just to imagine living without them. But, sometimes, the timing isn’t just right and all we have to do,
is to let go.
The Art of Letting Go simply means to let go of the things we cannot control. It also means to trust Allah and Allah only. To love everything and everyone in just the right amount–not too much–and to put our love for Allah and His messenger above everything else.
When we love someone, we always want to make them happy. We want to be together with them for as long as we can. But, it seems that the world today has made us forget that relationship which is not acknowledged by law and Allah will only harm us and the people we love in the hereafter and possibly in this life, too.
It is not a sin to love someone, it is what we do with it that makes it otherwise. If we really love them, then, we wouldn’t dare to put them in any harm, would we?
Don’t hold our love too tight for it may slip out of our hands. Instead, let it go. Let it breathe. Let it grow.
The believers are only those who, when Allah is mentioned, feel a fear in their hearts and when His Verses (this Qur’an) are recited unto them, they (i.e. the Verses) increase their Faith; and they put their trust in their Lord (Alone). [Al-Anfal, 2]
Letting go doesn’t mean that we have to stop loving them or that we have to forget them, no. It just means that we’ll fight for them when we’re ready to take the full responsibility. Only then, in our loneliness, we’ll begin to recognize the greatest love we can ever received. The love of The One who holds the hearts of His creations. The One who is capable of all things. Only then, we’ll learn to love Him before anyone else.
We often get distracted by the whispers of shaitan and our own desire. Every time we fall, get back up to the straight path. It’s certainly not easy but never let those things make us forget about our purpose in this life and that everything here is temporary.
At the end of the day, humans can only plan and prayer is the best thing that we can do. Thank Allah for creating such amazing people that you met along the way. Thank Him for letting you get to know them, to love them and be loved. Thank Him for every lessons you got through them. Pray for their happiness in this life and the hereafter. If we truly love them then, that’s all that really matter, isn’t it?
He submitted, “O my Lord – my bones have become weak and old age shines forth from my head, and O my Lord, I have never been disappointed in my prayer to you.”
[Maryam: 4]
Jika kamu menikah hanya untuk bahagia, maka kamu salah besar. Jika hanya untuk bahagia, single pun bisa.
Awal dari sebuah petaka ialah menggantungkan bahagia pada manusia lainnya. Pada suami, pada istri, atau bahkan orangtua. Sebab mereka sama lemahnya dengan dirimu. Atau meletakkannya pada peristiwa dan pencapaian. Jika lulus, jika nikah, jika punya anak, jika dapat kerja dan jika jika lainnya. Sebab “jika”, itu tidak akan ada habisnya, tidak ada ujungnya.
Sandarkan bahagia itu hanya pada Dzat yang telah menciptakanmu. Dia Maha Besar, Berkuasa atas segala sesuatu. Tanpa kehendak dan izinNya, kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Jika hatimu benar-benar menjadikan Allah sebagai sandaran, maka tidak peduli bagaimanapun dunia sangat kejam padamu, kamu akan tetap berbuat baik pada dunia, karena kamu tidak mengharapkan apa-apa dari dunia, kamu tidak peduli apa kata dunia, yang kamu takutkan, yang kamu pedulikan hanya bagaimana Allah memandangmu. Kamu akan tetap berbuat baik bukan karena mengharapkan balasan kebaikan…
Ketika ditanya, “Seperti apa sih definisi wanita hebat menurutmu?”
Apakah dia yang memiliki otak cerdas dan berpendidikan tinggi?
Apakah dia yang di usia belia sudah mandiri secara finansial?
Ataukah dia yang tahu betul tujuan hidupnya dan selalu berusaha keras mengejar mimpinya?
Menurutku, setiap dari definisi itu menggambarkan wanita yang hebat. Tidak ada yang salah. Setiap dari kita pun memiliki definisi yang berbeda-beda. Tapi…
Entah mengapa, diantara sekian banyak definisi itu, ada satu definisi yang benar-benar menggambarkan sosok wanita hebat menurutku.
Hari ini aku duduk bersama seorang sahabat. Mendengarkan beberapa kisah cinta menginspirasi–miliknya dan milik dua orang teman. Intinya sama: Mereka saling mencintai, tapi pada akhirnya memilih untuk melepaskan. Karena mereka menyadari bahwa pada umur ini, sudah bukan waktunya untuk main-main. Karena sejatinya mereka pun mengerti, bahwa Tuhan tidak memberi toleransi untuk hal yang satu ini.
Si sahabat berkata, dia berbeda.
Aku mengangguk mengerti. Memahami rasanya bertemu dengan seseorang yang benar-benar berbeda dari manusia kebanyakan. Entah orang itu datang dari planet mana. Rasanya seperti bertemu dengan diri sendiri, tapi di sisi lain jauh berbeda. Satu selera dan pikiran, tapi di sisi lain kekuranganmu adalah kelebihannya. Ah, mungkin memang aku saja yang penuh kekurangan.
Ketika kutanya, bagaimana caramu pergi?
Si sahabat berkata, pada awalnya sulit menolak tiap ajakan perginya–meskipun dia tahu itu salah.
Aku tersenyum sembari mengangguk-angguk. Sudah macam pajangan anjing di dashboard mobil itu. Bagaimana bisa menolak kalau sebenarnya senang menghabiskan waktu bersama? Kan, dia berbeda. Kan, dia membuatmu merasa dihargai. Kan, melihat dia tersenyum saja bikin kamu bahagia?
Tapi pada akhirnya, si sahabat menguatkan diri untuk berkata tidak dan benar-benar pergi tanpa menjelaskan apa-apa.
Aku ingin bertepuk tangan, salut, tapi sepertinya saat itu bukan waktu yang tepat.
Si sahabat berkata lagi, bahwa dia menangis setiap hari semenjak memutuskan untuk pergi. Memendam rasa tanpa tahu harus ditumpahkan kemana, mendekatlah ia pada Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pembolak-balik Hati Manusia.
Bercerita kepada Tuhan memang selalu romantis. Ketika Dia melihatmu berjalan terlalu jauh dariNya, Dia mematahkan hatimu supaya kamu kembali padaNya. Menyadarkanmu untuk kembali berharap padaNya. Hanya padaNya.
Mana ada manusia yang bisa memahamimu seperti Tuhan memahamimu? For He knows whatever lies between your heart. For He is nearer than your veins.
Diam-diam aku berharap, Tuhan akan mempertemukan mereka kembali suatu hari nanti. Dengan rencana terbaik, dengan cara yang tidak diduga-duga, dan pada waktu yang tepat. Toh pada akhirnya, cinta akan menemukan jalan pulangnya kembali, kan? Atau jika tidak pun, bukankah Tuhan lebih tahu yang terbaik untuk hamba-hambaNya?
Kalau Tuhan adalah penulis skenario terbaik kehidupanmu, kenapa harus sedih dan khawatir, Li?
Sunyi, larut dalam pikiran kami masing-masing. Aku pun bertanya, “masih, ya?”
Sebagai seorang mukmin, kita pasti mengerti bahwa Allah SWT memberikan ujian kepada manusia melalui 2 hal: nikmat dan musibah.
Alhamdulillah, selama ini gue merasa bahwa Allah sangat sayang sama gue dengan memberikan berbagai macam kenikmatan yang nggak ada habisnya. Baik dari segi kesehatan, kecukupan materi, maupun dari lingkungan yang baik.
Tapi memang pada dasarnya manusia suka nggak tau diri, ketika diberikan kenikmatan yang berlimpah justru kita suka lupa sama yang ngasih, terlena dengan kenikmatan yang sifatnya duniawi; sementara. Mungkin gue sudah cukup lama terlena sama nikmat Allah, sampai akhirnya kemarin Allah memutuskan untuk memberikan gue pelajaran melalui sebuah musibah.
Kemarin (Selasa, 22 November 2016), selepas solat Ashar di musholla Teknik Kimia ITS, gue kehilangan dompet dan HP. Waktu itu kebetulan lagi ngantuk banget abis kelas Sinpro, dan gue bawa tas ke musholla bareng bebeb Rillya. Setelah tidur2an gajelas sambil main hp di kursi depan musholla, akhirnya gue berangkat wudhu. Tasnya gue taro di bagian dalem musholla di belakang pintu, dengan dompet dan HP di kantong bagian depan. Awalnya sempet feeling gaenak sih, tapi kebetulan ada tas orang lain juga disana, dan gue mikir “ah isinya juga anak tekkim semua”, jadi gue merasa aman. Selesai wudhu, kami langsung sholat berjama’ah dengan keadaan tas yang masih di belakang pintu dan jauh dari jarak pandang. Selesai sholat gue sempet2nya tidur2an gajelas, sampe akhirnya Rillya bercanda buat bangunin gue,
“Li, tasmu ilang!”
Gue langsung bangun. Liat tas. Eh, alhamdulillah masih ada. Sambil senyum2 gajelas ke Rillya. Rillya juga senyum2 gajelas.
Keluar dari musholla, dengan feeling sedikit gaenak, gue langsung ngecek HP dan dompet. Kemudian…
“Rill… HP sama dompetku gaada.”
“Hah? Boong. Bukan aku li yg ngambil.”
“Iya tau :( tapi beneran gaada.”
“….”
Singkat cerita, kita tau dari sebuah sumber kalo emang bener-bener ilang karena ada ibu-ibu yang ngambil. Pada saat itu, yang gue rasakan adalah: shock, diem selama beberapa detik, tapi pada akhirnya… oke. Tetep tenang. Focus on what I have. Alhamdulillah hari itu gue nggak bawa laptop, kalo iya mungkin udah diambil setas-tasnya. Alhamdulillah kunci motor masih ada. Alhamdulillah KTP ditinggal di kosan.
Hal pertama yang gue lakukan adalah: nelfon nyokap buat ngabarin, kebetulan sebelum sholat emang lagi whatsapp-an sm nyokap. Ntar doi nyariin lagi kan. Akhirnya minjem hp Rillya buat nelfon. Pas ngabarin, dimarahin deh. Hampir bercucuran air mata sih, disaat sedih dan berusaha tenang, terus dimarahin dan disalah2in tuh rasanya… wkwk. Tapi memang murni kesalahan gue sih, terlalu teledor dan gak waspada. Pada akhirnya nyokap menyerahkan semuanya ke gue, gue harus bertanggung jawab karena emang salah gue sendiri.
Tapi dari sekian kata-kata yang nyokap gue utarakan, ada suatu statement menohok yang bisa gue ambil sebagai pelajaran, dan tepat sasaran.
“Kamu abis melakukan maksiat ya? Coba introspeksi diri lagi mba. Mungkin ibadahmu kurang, atau mungkin kamu ngelakuin maksiat. Itu kamu lagi dikasih pelajaran sama Allah.”
Iya juga. Sebenernya tadi gue juga udah mikir gitu. Gue kebanyakan dosa deh nih. Tapi ketika nyokap ngomong langsung, seakan-akan Allah yang ngasihtau kalo itu emang bener, lewat omongan nyokap.
Makna “maksiat” disini jangan hanya diartikan sebagai dosa-dosa besar aja. Tapi dari perkara-perkara yang kecil pun juga. Gue pun introspeksi diri. Iya, mungkin akhir-akhir ini memang hati gue sangat condong ke dunia. Sholat suka gak tepat waktu. Waktu sholat, hatinya gak dipake, seakan-akan cuma gerakan kosong tanpa makna. Mungkin karena akhir-akhir ini gue juga lagi seneng dengerin musik, mana kemaren abis karaoke lagi :’) cerita sedikit aja, kalo di rumah, setiap gue dengerin musik pasti bokap nyokap nasehatin, “musik itu mematikan hati. Antara musik dan Al-Qur’an itu gak sejalan. Coba deh kamu tinggalin musik, insyaAllah kalo mau hafalin Qur’an bisa lebih mudah.”
(Kalo mau memahami lebih jauh tentang penyebab hati keras dan hubungannya dengan musik, bisa cek: almanhaj atau rumaysho atau cek di YouTube, dari Ustadz Khalid Basalamah, Ustadz Firanda, Nouman Ali Khan sampe Dr. Zakir Naik pun memiliki pendapat yang sama. Emang, guenya yg suka ngeyel :’) )
Dan mungkin banyak dosa lainnya yang gue lakukan, yang alhamdulillah masih Allah tutupi aibnya hingga hari ini.
Satu buah pelajaran, gue kantongi.
Tadi nyokap juga sempet bilang, “jadi pelajaran buat kamu, supaya kamu bisa lebih bijak menggunakan HP. Biar waktunya ga kebuang-buang buat melakukan hal yang gak berguna.”
Bener banget sih ini. Secara nggak sadar gue udah membuang banyak waktu dengan main HP. Padahal masih banyak hal produktif yang bisa gue lakuin dengan mengalokasikan waktu main HP buat kegiatan yang lebih bermanfaat.
Pelajaran kedua, gue kantongi.
Setelah berita kehilangan gue itu kesebar, temen-temen gue pun ikut bantu. Dari Yusti yang bantuin tracking HP, meskipun gue juga udah pasrah karena saat itu nggak nyalain paket data dan GPS jadi gabisa dilacak. Temen-temen LTD yang ngasih berbagai macam saran. Uni yang minjemin HPnya biar gue bisa nelfon BNI buat blokir kartu ATM… tapi abis itu pulsanya abis jadi pake HP Lita :’). Lita juga yang langsung turun dari lab begitu denger kabar HP gue ilang, terus nemenin dan bantu hubungin mas Darma biar bisa liat rekaman CCTV. Abdul yang nawarin minjemin HP. Kakap yang nelfon, plus nawarin minjemin HP juga (Dia sekongkol sama Abdul, cie). Coco yang nawarin minjemin HP juga, dan yang nasehatnya selalu paling beda dan menenangkan. Yumna yang nyariin dan ngasih semangat, entah kenapa hari itu yang dia ceritakan bikin gue ketawa ngakak dan terhibur. Temen-temen yang juga kebetulan papasan atau bahkan sengaja nyari gue untuk sekedar bertanya dan memberikan support. Dan terutama Rillya yang nemenin dari awal ilang, sampe pulsanya abis buat dipake gue nelfon, nyebarin berita ilang, minta bantuan temen, nemenin liat CCTV, ngutangin gue makan, nemenin minjem HP, menghibur, sampe nemenin bikin kartu ATM baru. Suwun, le.
Temen-temen yang support pada bilang, “Sabar ya li! Jangan sedih li, semangat!” Gue hanya bisa tersenyum dan bilang terima kasih. Padahal, sejujurnya gue hari itu bahagia banget sih. Wkwk. Tersentuh, lebih tepatnya. Seakan-akan Allah ngasihtau ke gue bahwa,
Apalah HP dan dompet, cuma materi duniawi yang gaada harganya. Bisa kamu beli lagi, bisa kamu cari lagi. Ikhlasin aja, mungkin bisa lebih bermanfaat buat yang ngambil. Sekarang coba liat sekelilingmu. Ini, Allah kasih orang-orang yang peduli sama kamu. Secara gak langsung, Allah yang gerakin hati mereka buat bantu kamu. Orang-orang yang ada disaat kamu susah. Jauh lebih berharga dari sekedar barang yang bisa dibeli pake uang.
Tapi hati-hati, jangan terlalu bergantung. Sama halnya seperti dompet dan HPmu, mereka juga titipan dari Allah. Suatu saat Allah akan ambil mereka dari hidupmu. Tetap gantungkan segalanya sama Allah. Jadi sekarang, pelajaran lain apa yang bisa kamu petik dari mereka?
Kalo mereka aja bisa sebaik itu sama kamu, pasti kamu bisa kan, jadi orang yang lebih baik daripada mereka?
Pelajaran ketiga, gue kantongi.
Tiba waktu Isya, gue pun kembali merenungi ketiga pelajaran itu baik-baik. Gue masih bertanya-tanya, ada lagi kah hal yang masih bisa gue improve?
Ba’da Isya, setelah sholat berjama’ah, gue tertegun ngeliat seseorang melaksanakan sholat sunnah. Mungkin selama ini dia menyembunyikan ibadah sunnahnya yang gak gue ketahuin, tapi begitu kemarin liat dia begitu, gue bahagia sekali sih. Berarti dia pun sedang meng-improve diri. Saat itu, kebetulan juga temen-temen akhwat tekkim lagi pada tahsin Qur’an. Gue sedikit banyak memperhatikan, dari situ ada rasa bahagia dan rasa damai dengerin mereka.
Ini dia jawabannya. Ibadah sunnahmu kurang intens. Perbanyak lagi, perbanyak lagi.
Pelajaran keempat pun, gue kantongi.
Mungkin, hari itu gue memang kehilangan,
tapi Allah sudah mengganti dengan yang jauh lebih baik.
The “good” by means, you feel good when they’re around.
You know that moment when out of nowhere these persons suddenly came to you and you just “clicked”? It’s like, “Guys, I’ve finally found my squad. Brace yourself because we’re gonna take over the world.”
…. yeaa, not really.
I think… the best people are those who made you feel most appreciated. The appreciation could be shown through their openness to you. They shared their personal stories and only a few people knew, doesn’t that make you feel trusted and appreciated? The next minute you also open up to them and you guys just become closer than before.
It is also shown through their excitement while seeing you. Those happy faces are contagious. They actually like having you around. They appreciate your existence.
You know that you’re not the kindest person on Earth. You find yourself a bit annoying, sometimes. But, to find those people who put up with all of your flaws, accept you for who you are, treat you right and still want to include you in their everyday lives, that’s… some real friendship you got there. You’re the forgetful Dory and they’re your Marlin(s).
You might not realize that you had the best people when you see them everyday. But when you’re miles away, the thoughts that came to your mind are,
“It would be more fun if it’s with them.”
“Can’t wait to tell this to them. Must be hilarious.”
These people, they’re not perfect, no. If you ask me to write down their flaws (that at times, made me kind of frustrated), I could write down a list of them.
I’d write it down while smiling, though.
Gonna be the flaws that I’ll miss when we graduate.
Speaking of love, a couple of months ago, a friend asked me to write something about love like I did months ago. But since I wasn’t, and am not currently in love with anyone, it’s kind of difficult to write. So, this time I’d be writing down about it from another perspectives of mine. Well, this is going to be a bit cynical so… don’t take it personally :3 or you might as well just take it, this is actually going to be good advise for you :3
First of all, not being in love with anyone feels SO GOOD. Trust me. Being in love makes your life much more complicated than ever. Not to mention the drama, the pain, the heartbreak. I’ve seen sooo many of my friends galau-ing over the love of their lives. Well, I did, too and probably will do, some time in the future.
People will say, “You can’t just not fall in love with someone. You just do.”
Well, you’re totally WRONG. You don’t fall in love with someone unless you let it happen. If only you can recall the staring, exchanging smiles, unimportant messages, the flirt, or anything else that you started or you let happened. Small things, yes? Well, just like the saying, “Small things lead to bigger things.”
Second, talking from experience and observation, please note that galau-ing over someone and showing it to the whole world actually makes you look kind of pathetic. It really does, and it also makes people feel sorry for you :( besides, don’t you have other things to worry about? If you still have your family then take care of them and make them happy. If you’re in college then focus on your study! Unless, you can turn your insecurity or sadness into an art then you’re doing fine.
Third, if you think that it’s wrong or it makes you sad, then stop. If you love someone who has different faith in religion with you, just stop. Don’t stay there hoping he/she will convert to your religion. It’s both careless and selfish.
If you love someone who doesn’t love you back, then stop. Let it go and move on, for your own sake. Don’t make a fool out of yourself. You know you deserve someone who loves you with all their heart. For once in your life, let yourself be happy.
“But, how do I stop falling in love with someone?”
Just leave them. Like, literally. I actually got this advise from Nouman Ali Khan on one of his videos (please do correct me if I’m wrong). He said, if you want to stop it from happening, just leave them. Stop texting them, stop meeting them, stop stalking them on social media. And don’t explain yourself. Don’t say “I still love you, but I can’t be with you..,”. Don’t explain why you’re leaving them. Just be silent about it and do some real acts. Otherwise, you’ll find yourself getting back with them and never have the chance to stop.
It surely takes time. But it definitely worth a shot.
Lastly, if you’re happened to be someone who’s in love and actually feel happy about it well… congratulations! It’s always sweet in the beginning, isn’t it? *smirk
lol jk. Just keep this in mind,
Someday, someone will be your soulmate. You’ll be happily married and feel loved. But also, there will be struggles and it won’t be easy. So until then, just take it easy now. Don’t rush or force it unless you’re ready. You’re young. Just go outside and live your life. Enjoy the little things. Happy people are the most attractive ones, after all.
As you already knew, I love watching good movies and TV series. They entertain me the most amongst other type of entertainment. The thing is, they also consume a lot of my time and I kind of have this guilty pleasure after watching my favorite shows. So I think, why don’t I make something useful out of my hobby? So here it is, the product of my hobby,
Lol okay it’s not much but at least I do something productive about it. And who knows, maybe I can be a top reviewer someday? Aamiin…
Yes, in my new blog I’ll be writing down reviews from the best movie and tv series of all time considering there will be LOADS of good movies and tv series coming in 2016 such as:
Game of Thrones, Sherlock, Now You See Me 2, Deadpool and you name it.
My very first review is for the most hyped and awaited movie of the year, Star Wars: The Force Awakens. Take a look at my new blog and see if you might like it!
Seringkali, sebuah perjalanan justru menjadi bagian lebih penting daripada tujuan.
Seringkali, teman lama justru menjadi teman paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan.
Lucu, ketika dulu di sekolah, bermain bersama pun tidak pernah. Tapi kemudian dipertemukan kembali bertahun-tahun setelahnya di kampus perjuangan. Entah alasan apa yang membawa kami ke tempat ini, masing-masing dengan alasan berbeda tapi lucunya, memiliki satu kesamaan yang membuat kami meringis saling mengerti.
Lucu, ketika setelah sekian lamanya berada di tempat yang sama tapi tidak pernah bertemu, tidak pula saling berbagi cerita. Masing-masing menjalani hal yang berbeda, tapi ketika bertemu kembali seolah-olah memang selalu terasa seperti ini, menyenangkan.
Lucu, ketika momen-momen dalam perjalanan bersama mereka jauh lebih berharga buatku ketimbang berada di tempat tujuan. Terjebak bersama-sama menuju sebuah tujuan yang entah di mana. Bermodal google maps yang (seringkali) menyasarkan hingga ke jalan terpencil dan menyeramkan.
Tapi tidak masalah nyasar, toh setelahnya menjadi cerita lucu tersendiri ketika sudah sampai di tujuan.
Tidak masalah berlama-lama di jalan, toh kami tidak sering menghabiskan waktu bersama seperti ini.
Tidak masalah sedikit keluar uang sekedar untuk makan cantik di tempat yang jauh, toh perjalanan ini yang justru sebenarnya kucari.
Lucu, ketika pada awalnya kami bertemu untuk kemudian berjalan sendiri-sendiri. Lalu entah bagaimana Sang Pengatur Kehidupan membangun persimpangan jalan yang membuat kami sama-sama melihat kembali ke belakang. Ah, ternyata selama ini kami selalu memiliki tempat kembali yang sama: Rumah.
Memang, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada sama-sama merindui rumah.
Sama halnya tidak ada yang lebih seru dalam sebuah perjalanan daripada membandingkan setiap hal yang kami lewati dengan apa yang biasa kami temukan di rumah.
Karena bagi kami, rumah memang selalu nomor satu.
Blue Skies 